Slamet 3428 Mdpl Mitos dan Realita

      Gunung Slamet, mendengar namanya tentu tidak asing lagi bagi kita, simbol keagungan tanah jawa, khususnya jawa tengah. Gunung Slamet adalah gunung tertinggi kedua di pulau jawa, dan menjadi tertinggi di jawa tengah, memiliki ketinggian 3428 Mdpl dan bisa diakses melalui 5 jalur dari 5 kabupaten. Jalur Bambangan Purbalingga, Jalur Guci Tegal, Jalur Prabasari/Jurangmangu Pemalang, Jalur Kaliwadas Brebes, dan Jalur Baturaden Guci. Namun dari kelima jalur itu ada jalur yang menjadi favorit pendaki, selain karena track yang sudah jelas, akses transportasi yang lumayan mudah, juga karena adanya tim sar yang selalu memantau aktifitas pendakian. Jalur ini sangat mudah diakses, dari jawa barat maupun jawa timur bisa memilih dua akses, melalui kota purwokerto dan dilanjutkan naik bus jurusan pemalang, lalu turun di jalur pendakian gunung slamet, namun jangan harap langsung sampai di basecamp, karena perjalanan masih sekitar 2 jam lagi naik angkot atau charter pickup untuk sampai di basecamp bambangan. Nah alternatif lain melalui kota Ikhlas, Pemalang. Dan dari sinilah cerita ini akan dimulai.

             Jum’at 3 Oktober 2015,setelah sehari sebelumnya perlengkapan sudah disiapkan, pulang kerja langsung bergegas ke pool sinarjaya cibitung, karena disitulah kelompok pertama akan berkumpul, kelompol pertama ada saya, badari, dhimas, cici, ceuner, dan mugi, dari cikampek vera berangkat sendiri dan akan bertemu di terminal pemalang, dan di pemalang sudah menunggu riris yang berangkat dari jepara.

                Sabtu 4 Oktober 2015, jam 03.00 dinihari kita sampai, sambil menunggu bus yang ke arah moga, kita sempatkan ngopi di depan toko komplek terminal pemalang, disitu semua berkumpul dan kita melanjutkan perjalanan ke moga, sebenarnya dari terminal moga bisa langsung sewa pickup ke basecamp bambangan purbalingga atau ke basecamp prabasari pemalang, tapi temen-temen mampir ke kediamanku dengan jarak 5 km dari terminal moga, dirumah kita istrirahat sejenak, sarapan dan cek akhir perlengkapan sambil menunggu satu temen yang menyusul yaitu amin.

         Jam 10:00 kita menuju pos pendakian jalur bambangan, sekitar 1,5 jam perjalanan akhirnya kami sampai di pos pendaftaran, saat mengurus simaksi kami bertemu dengan teman vera, vero dan liga dari banjarnegara, setapak demi setapak kita mulai melangkah, baru sampai hutan pinus kita berhenti dan makan cemilan, jangan heran kalau baru sebentar langsung istirahat, karena itulah kami, hehehe….. perjalanan kami lanjutkan dan sampailah di shelter. dari shelter menuju pos 1 perjalanan mulai menanjak, kamipun setapak demi setapak diiringi lagu kandas, akhirnya sampai di pos 1 jam 13;15, namun kami memilih untuk mencari tempat diatas pos 1 untuk isoma, karena di pos 1 sudah dipenuhi pendaki yang lain, setelah selesai isoma kami melanjutkan perjalanan dan sampai di pos 2 dan beristirahat.

                  Setelah beristirahat kami melanjutkan menuju pos 3, perjalanan kami iringi dengan foto-foto narsis dan bercanda, namun tiba-tiba dhimas berjalan lebih cepat sehingga meninggalkan rombongan, mengingat pos selanjutnya adalah pos 4 atau yang biasa disebut samarantu, ada sedikit kekhawatiran, setelah berdiskusi dengan badari, akhirnya saya putuskan untuk mengejarnya. Saya berjalan begitu cepat bahkan sedikit berlari, namun belum juga terlihat dhimas didepan, jauh dibelakang badari merencanakan untuk tidak beristirahat di pos 4 samarantu, hal ini bukan tanpa alasan, karena jauh sebelum pendakian ini saya dan badari telah lebih dulu mengenal tempat itu.

           Samarantu dalam memoriku, sekitar sepuluh tahun yang lalu, saya baru masuk ke salah satu sekolah di purwokerto, disekolahku organisasi kesiswaan sangatlah aktif, terutama pramuka. ketika itu akan diadakan Pelantikan GASAPALA, bertempat di gunung Slamet. Selain peserta yang dilantik ada partisipan yang boleh ikut, biasanya yang menjadi partisipan siswa kelas 2 dan 3. Ketika itu aku berniat ikut, setelah melalui berbagai macam proses untuk bisa diizinkan mengikuti kegiatan tersebut, akhirnya saya dan satu teman saya adet bisa ikut serta dalam pelantikan itu.

              Dari sekolah kita menaiki truck untuk menuju basecamp bambangan, dimulai dari sekolah kami di purwokerto timur, lanjut melalui dukuhwaluh, padamara, bojongsari lalu kekiri melalui serang dan sampailah di desa bambangan, kutabawa, purbalingga. Sesampainya di base kita prepare dan cek perlengkapan, 4 Bungkus mie instan, 2 Liter air dan resep andalan Klapa muda + Gula Aren menjadi bekalku selama perjalanan. Clana panjang, jaket, sepatu pdl, sarung dan senter korek menjadi perlengkapan yang masuk di tas kecil T45. Perjalanan dimulai jam 20:00, kita berjalan sangat cepat, sekitar jam 23.30 sampai di pos 3.

Abang Tukang Sate, setelah pos 3 rombongan mulai terpisah, awalnya aku ikut ke rombongan depan, namun karena lapar akhirnya berhenti dijalan, sambil menunggu rombongan yang dibelakang, ketika itu terlintas ingin makan sate, andai ada yang jualan, dan sungguh beruntung tukang sate yang sangat kenal. tanpa basa basi saya memesan 10 tusuk, sambil nunggu saya ajak ngobrol abang sate itu.

Saya : “Pak, kok bisa sampai sini jualanya”

Abang Sate : “Iya, lagi musim pendaki jadi mangkal disini”

Saya : “Ohhh…”

Abang Sate : “Kalau ada apa-apa, kesini aja. aku tinggal disini, yang penting permisi. hati-hati kalau disini, soalnya banyak yang nakal, kalau ketemu sama yang nakal kamu baca ini saja, sama ini, kalau bandel ya ditambah ini”

              Sebenarnya agak bingung juga apa yang dibicarakan abang sate, namun saya ikuti apa yang dia sarankan. setelah bacaan yang ketiga selesai, saya dikagetkan sesosok orang tinggi besar yang muncul dari balik kegelapan. ternyata itu kakak kelas saya yang berjalan tanpa senter, dia menanyakan sedang apa, saya menjawab sedang nunggu sate. dengan buru2 saya ditarik dan disuruh meninggalkan tempat itu, ketika itu saya melihat bangunan besar seperti rumah, saya perhatikan sudah tidak ada lagi abang sate, hanya tersisa bangunan itu. tanpa ada pembahasan sedikitpun saya melanjutkan perjalanan, dan sampailah kami di puncak 3428 mdpl setelah sebelumnya menunggu rekan-rekan yang lain di pos 9.

          Setelah itu saya sering naik slamet, kadang bertiga, berdua dan pernah juga sendiri. Setiap melewati tempat itu, slelau teringat kejadian bertemu abang tukang sate, dan selalu merinding. tapi perasaan itu langsung hilang ketika aku membacakan apa yang pernah disarankan oleh abang sate itu. Sampai sekarang tempat itu sangat akrab di benaku, tempat yang sungguh luar biasa, banyak hal baru yang kudapat setiap mengunjunginya. Tempat yang seakan mengajak berinteraksi menampakan keramahanya, tempat yang bagi sebagaian orang dianggap terlalu seram untuk disinggahi. Samarantu, sebuah tempat dengan tanah lapang yang cukup untuk mendirikan 2 sampai 3 tenda, dengan pemandangan kayu besar tumbang disisinya, tempat dimana aku bertemu abang penjual sate.

        Banyak juga cerita masyarakat setempat mengenai keangkeran samarantu, pendaki-pendaki lain juga sering mengalami hal ghaib disitu, dan banyak juga pendaki atau masyarakat yang mengatakan semua itu hanya mitos dan bukanlah nyata. namun bagiku, mitos atau kenyataan, hakikatnya sama. karena saya alami sendiri kejadian itu.

             Berkemah di Samarantu, kembali lagi ke cerita pendakian kami, setelah beberapa menit saya mengejar akhirnya bertemu dengan dimas tepat di pos IV Samarantu, dhimas sedang iso (Istirahat Shalat), aku pun lega melihatnya, dipos iv memang ramai pendaki yang sekedar beristirahat, dan tak jarang pendaki yang melewati pos itu dan memilih beristirahat agak naik dari samarantu, akupun ikut iso sambil menungggu teman-teman yang lain dibelakang. Tetesan air mulai turun, sempat hawatir juga karena area camp masih lumayan jauh, biasanya di pos v atau pos vii. setelah agak lama menunggu rombongan dibelakang datang, namun kondisi temen kami riris sudah terlihat lemas, begitupun yang lain. ditambah rintihan hujan dan hari semakin sore, aku terus berfikir untuk menyikapi kondisi itu,  hawa dingin yang tak seperti biasanya mulai kurasakan, seolah ada yang datang menghampiriku. Setelah berfikir dan mengkondisikan area sekitar, akhirnya saya berdiskusi dengan ach badari untuk camp di samarantu. Setelah kami berdua yakin, kami langsung mendirikan tenda di samarantu. terlihat pandangan heran setiap kali pendaki melewati kami, mungkin karena mereka tau cerita samarantu.

          Setelah maghrib kurasakan area sekitar samarantu semakin ramai, namun bukan karena pendaki. Merasakan sesuatu yang pernah kualamai dulu, tapi setelah melakukan beberapa hal kitapun bisa nyaman berkemah si samarantu, tempat yang bagi sebagian orang terlalu seram untuk dilewati apalagi untuk berkemah disana. Keputusan kami untuk berkemah di samarantu bukanlah karena disengaja atau ingin membuktikan apapun, tapi karena kondisi romongan kami yang sudah banyak kelelahan. Malam itu begitu tenang dan aman, sesekali saya keluar tenda untuk sekedar mengecek kondisi di sekitar.

         Summit, karena posisi kami masih di Pos IV, kami putuskan untuk mulai melanjutkan perjalanan jam 00:00, jam 23:00 saya sudah siap dan membangunkan yang lain, setelah persiapan selesai kami langsung melanjutkan perjalanan, suhu slamet waktu itu dibawah rata-rata, mungkin sekitar 10°-3° C, semakin tinggi kita mendaki, suhu slamet semakin menurun. kami berjalan cukup cepat, melewati tanjakan demi tanjakan, sesekali kami rehat untuk sejenak menghela nafas. tak membutuhkan waktu lama untuk sampai di pos V, namun di pos V mulai ada kendala. Rekan kami Riris tidak begitu sehat, dan cerobohnya kami tak bawa kompor saat muncak untuk sekedar membuat minuman hangat, kami agak hawatir mengingat semakin lam kami berhenti, suhu dingin mulai terasa menusuk.

          Minggu 5 oktober 2015, sudah lebih dari 10 menit kita berhenti dengan harapan kondisi riris membaik, namun kelihatanya dia juga kedinginan. Setelah melakukan diskusi, terpaksa riris tidak ikut melanjutkan perjalanan. Dia ditemani mas badz untuk kembali ke area camp di pos iv, dan kami melanjutkan perjalanan ke pos selanjutnya. Track sudah semakin sulit, suhu dinginpun tak begitu akrab dengan kami, namun seperti biasanya, panggilan alam memaksa rombongan kami untuk berhenti cukup lama. setelah panggilan alam terlewati dengan baik, kami melanjutkan perjalanan dan sampailah di pos VI, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan hingga sampai di pos VII, kami baru sadar ketika vegetasi mulai berbeda, pohon yang tinggi sudah mulai jarang, tandanya kita sudah dekat dengan batas vegetasi di pos IX. namun jam asih menunjukan pukul 03:00. masih sangat pagi untuk sampai di tempat itu, namun ketika kami berhenti udara terlalu dingin untuk diajak duduk bersama. melihat kesekeliling banyak tenda dengan dengkuran suara pendaki yang sedang tidur, sungguh nikmat kayaknya.

           kami putuskan untuk melanjutkan perjalanan karena takut terkena hypo, dan bagai menemukan harta karun, kami menjumpai beberapa pendaki dan porter sedang membuat api unggun, meski hal itu sangat dilarang, namun bagi penduduk asli masih ada toleransi, toh ketika terjadi kebakaran yang disebabkan pendaki lalai, merekalah yang memadamkan. Jadi mereka tau betul bagaimana cara membuat perapian dengan aman, namun sekali lagi itu hanya untuk penduduk sekitar gunung. Kami putuskan untuk sekedar mampir menghangatkan tubuh, cukup lama kami disana karena memang terasa sangat nyaman.

           Setelah kami rasa cukup, akhirnya kami melanjutkan perjalanan. mengarungi dingin dipelawangan gunung tertinggi di jawa tengah, sesampainya di pelawangan kami langsung bergegas menapaki track terjal pertanda batas vegetasi telah terlewati. pelan namun pasti saya, amin dan dimas sampai dulu di atap jawa tengah. benar, masih terlalu pagi untuk sampai disana, mungkin bagiku tidak terlalu bermasalah dengan dinginya gunung slamet, karena ketika summit saya masih sempat buka jaket dan baju, karena ingin berjalan lebih cepat dan tidak kepanasan. Akupun sampai di puncak slamet dengan bertelanjang dada disusul amin, namun dimas lebih memilih mager di puncak karena suhu memang cukup ekstrem.

                            Tak seperti biasanya yang suka narsis dipuncak, temen-temen malah asik berlindung dibalik batu dan mencari kehangatan. Slamet kala itu sangat menawan, sunrise yang sangat menggoda membuat aku tak henti-hentinya berkata syukur, berdiri dititik tertinggi tanag kelahiranku, Jawa Tengah.

            Kami hanya sebentar dipuncak, ketika matahari mulai muncul dengan gagahnya, kami semua turun, bagai tim penyapu saya turun paling akhir untuk memastikan teman-temanku sudah turun semua. Meski sudah sering menapaki atap jawa, namun selalu saja saya dibuat kagum olehnya. Slamet 3428 MDPL, Syurganya pendaki di jawa tengah.

IMG_0857.JPG

Pos IV Samarantu Bersama Keluarga Impeesa.

Tinggalkan komentar